PENTAKOSTA: BUKAN PESTA ROHANI (KPR 2: 1-13)
Rev. Fazli Samil (SRPCAA)
Jemaat-jemaat hari ini begitu bersemangat menyambut Roh Kudus, tetapi mereka gagal memahami apa yang sebenarnya berlaku ketika Roh Kudus turun. Mereka inginkan kuasa, tetapi bukan ketaatan; mereka mengejar pengalaman, tetapi lupa tujuan. Mungkin inilah rupa sebenarnya postmoden: Roh Kudus dipromosikan sebagai sensasi rohani, bukan sebagai Tuhan yang memimpin gereja menuju keselamatan dan penggenapan rencana Kristus. Beberapa perkara dapat kita belajar dari Kisah Para Rasul 2: 1-13:
Roh Kudus Turun Pada Waktu dan Cara-Nya Sendiri (ayat 1-4)
“Ketika tiba hari Pentakosta, mereka semua berkumpul di satu tempat... maka tiba-tiba terdengarlah bunyi seperti tiupan angin keras…”
Tidak ada yang memanggil Roh Kudus. Tidak ada tarikan atmosfera rohani atau muzik yang menaikkan bulu roma, Roh Kudus turun bukan kerana doa-doa mereka nyaring bunyi dan kuat, atau kerana mereka berjaya mengaktifkan iman, tetapi kerana Tuhan berkenan menepati janji-Nya tepat pada waktu yang telah ditetapkan-Nya dari kekekalan. Ini dipanggil Providentia Dei, iaitu pemeliharaan dan pengaturan Allah dalam sejarah.
Roh Kudus tidak menunggu perasaan manusia panas dulu sebelum Dia bekerja. Dia datang menurut kehendak Allah, bukan kerana respon emosi manusia. Ini bukan soal “kita buka pintu syurga”, tetapi syurga membuka pintu kepada manusia, satu arah yang tidak boleh diputar balikkan oleh kehendak bebas manusia yang terlalu diagung-agungkan oleh sesetengah aliran.
Bahasa yang Dimengerti, Bukan Bahasa Khayalan (ayat 5–11)
“Maka tercengang-cenganglah mereka... sebab masing-masing mendengar mereka berkata-kata dalam bahasa mereka sendiri.”
Roh Kudus tidak turun agar murid-murid dapat menunjukkan karunia yang tidak dapat fahami, tetapi untuk memberitakan perbuatan-perbuatan besar Allah dalam bahasa yang dapat difahami oleh manusia dari segala bangsa yang ada pada masa itu.
Bukankah ini satu teguran terhadap budaya gereja moden yang sering menekankan suara-suara yang tidak difahami, masing-masing menyebutnya bahasa roh, sedangkan Alkitab menegaskan bahasa lidah atau bahasa-bahasa lain, bukan bahasa roh, akhirnya ada yang merasa lebih baik dari yang lain hanya kerana merasa “rohani” memiliki karunia. Pada hari Pentakosta, Tuhan menyatukan bangsa bukan melalui pengalaman-pengalaman luar biasa, tetapi melalui pemberitaan Injil yang jelas. Ini adalah karya Roh Kudus yang menggerakkan Firman Allah untuk menggenapkan misi Kristus ke seluruh bumi.
Ada Yang Kagum, Ada Yang Menyindir dan Mengolok (ayat 12–13)
“Mereka semua tercengang-cengang... tetapi yang lain menyindir, katanya: Mereka sedang mabuk oleh anggur manis.”
Roh Kudus tidak mewajibkan pekerjaan-Nya diterima oleh semua. Malah sejak hari pertama Pentakosta, pemberitaan Injil yang digerakkan oleh Roh Kudus sudah menimbulkan kekeliruan, ejekan, dan sindiran. Bahkan yang lucunya reaksi pertama terhadap pekerjaan Roh Kudus adalah tuduhan mabuk. Mungkin inilah kenyataan pahit yang kita harus terima: apabila Roh benar-benar bekerja, tidak semua orang akan kagum, ada yang akan menghina. Tetapi di sinilah letaknya keunikan misi gereja: bukan mencari tepukan tangan, tetapi setia pada kebenaran walaupun ditertawakan.
Respon manusia terhadap pekerjaan Roh tidak memang berbeza-beza kerana Ada yang ditarik oleh anugerah, dan ada yang tetap menolak. Gereja bukan tempat menjual pengalaman rohani, tetapi tempat memberitakan salib yang bagi dunia adalah kebodohan, tetapi bagi orang pilihan adalah kuasa Allah (1 Kor. 1:18).
Roh Kudus untuk Apa?
Jika hari ini kita berkata Roh Kudus hadir di tengah-tengah kita, soalannya ialah: apakah kita dipenuhi untuk menjadi saksi Kristus, atau untuk memuaskan peribadi? Kisah Para Rasul 2 bukan pesta rohani, tetapi permulaan misi, yang berakar pada Injil. Tujuan Roh Kudus bukan agar manusia merasa hebat, tetapi agar Kristus ditinggikan di segala bangsa.
Terlalu banyak gereja hari ini terperangkap dalam ilusi bahawa hadirat Roh kudus hanya terletak pada muzik yang menaik, suasana yang terasa nyaman, atau manifestasi yang pelik-pelik. Namun Alkitab menunjukkan bahawa kehadiran Roh Kudus terlihat dalam pemberitaan Injil, kehidupan yang dikuduskan, dan keberanian menjadi saksi di tengah dunia yang penuh kekeliruan.
***
Pentakosta bukan tentang karunia pelik, tetapi tentang Injil yang diberitakan dengan kuasa Roh kudus. Bukan tentang bahasa yang tidak difahami, tetapi tentang berita besar Allah yang dapat dimengerti oleh setiap bangsa. Bukan tentang mabuk emosi, tetapi tentang kesedaran kudus yang melahirkan pertobatan. Mari kita renungkan, adakah gereja masih menyambut Roh Kudus seperti yang Alkitab ajarkan, atau kita telah menciptakan Roh mengikut selera dan perasaan kita sendiri? Adakah kita sekadar mahu merasai getaran rohani yang berakhir di ruang ibadah? Hari Pentakosta mencatat segala perbuatan Allah, itu bukan pesta rohani, tetapi penuaian jiwa-jiwa melalui pemberitaan Injil.
***
Soli Seo Gloria !
Comments
Post a Comment